KILASTOTABUAN.COM, JAKARTA– Polda Sumatera Selatan menangkap seorang guru salah satu Pondok Pesantren di Kabupaten Ogan Ilir yang diduga telah melakukan tindak pidana pencabulan terhadap 12 muridnya yang masih di bawah umur. Kasus pedofilia itu terungkap ketika ada orang tua korban yang melapor.
“Tersangka ditangkap di rumah orangtua salah satu korban nyaris tanpa perlawanan,” kata Direktur Direskrimum Polda Sumatera Selatan, Kombes Hisar Sialagan, Rabu (15/9).
Kasus pedofilia terungkap setelah unit Subdit IV Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrimum Polda Sumatera Selatan menerima laporan dari orangtua korban.
Orang tua korban juga telah memeriksakan kondisi kesehatan anak yang sakit secara tidak wajar di kemaluannya kepada dokter. Setelah diperiksa, dokter mendiagnosa anak itu sudah menjadi korban kekerasan seksual.
Lalu karena tidak bisa menahan sakitnya, seorang anak itu membenarkan diagnosa dokter. Dia mengaku pernah dipaksa melakukan tindakan asusila oleh gurunya di Pondok Pesantren AT.
Berdasarkan keterangan dari saksi, korban bukan hanya satu orang tapi 12 anak. Masing-masing enam orang disodomi dan enam lainnya mendapat perlakuan cabul.
“Kasus ini masih dalam pengembangan penyidik,” ujarnya lagi.
Berdasarkan pemeriksaan terhadap korban, Kasubdit PPA Polda Sumatera Selatan, Komisaris Polisi Masnoni, tersangka melakukan itu selama sekitar satu tahun terhitung sejak Juni 2020 hingga Agustus 2021.
“12 anak itu semua laki-laki, mereka dicium pelaku lalu disuruh melakukan oral kelamin tersangka hingga ia mencapai kepuasan,” katanya.
Modus yang dilakukan tersangka dalam aksinya yakni menghampiri korban yang sedang tertidur di kamarnya. Setelah itu korban dibujuk rayu dengan memberikan uang puluhan ribu Rupiah.
Apabila korban menolak keinginan itu, tersangka mengancam tidak segan mengurung korban di gudang lalu menganiayanya.
“Saya melakukan asusila semata untuk memperoleh kepuasan,” kata tersangka berinisial J.
Tersangka dikenakan pasal 82 ayat 1, 2 dan 4 Jo 76 UU Nomor 17/2016, Perppu Nomor 1/2016 Tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23/2003 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun. (*)
Sumber: CNN Indonesia