KILASTOTABUAN.COM, JAKARTA – Negosiasi akan kembali dilakukan sebagai upaya menyelamatkan kesepakatan nuklir setelah Iran mempunyai presiden baru. Adalah ulama ultrakonservatif bernama Ebrahim Raisi yang resmi memenangkan pemilihan Presiden Iran.
Raisi sebelumnya dinyatakan sebagai pemenang dalam pemilihan presiden Iran pada Sabtu (19/6) setelah memperoleh 62 persen suara.
Pertemuan sempat dilakukan dan menjadi bagian dari diskusi reguler mereka sejak awal April. Mereka memiliki tujuan membawa AS kembali ke perjanjian penting 2015 dan Iran kembali mematuhi pembatasan program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi.
Mikhail Ulyanov, utusan Rusia pada pembicaraan yang dipimpin Uni Eropa, mengatakan pertemuan Minggu (20/6) waktu setempat akan menjadi penentu dari keputusan jalan ke depan.
Baca Juga: Jelang Olimpiade, Jepang Berencana Cabut Status Darurat Covid-19
“Kesepakatan tentang pemulihan kesepakatan nuklir dapat dicapai tetapi belum diselesaikan,” tulisnya di Twitter kemarin dikutip dari AFP, Minggu (20/6).
Terdapat sejumlah negara yang masuk dalam perjanjian ini antaranya Inggris, Cina, Jerman, Prancis, Rusia dan Iran. Mereka telah bertemu di Wina dengan partisipasi tidak langsung AS sejak April untuk memulihkan kesepakatan.
Dari pertemtemuan terdapat janji berupa bantuan sanksi kepada Teheran sebagai imbalan untuk membatasi program nuklirnya.
Kesepakatan ini diketahui menjadi kacau pada 2018 ketika mantan presiden AS Donald Trump menarik diri dan menerapkan kembali sanksi. Hal ini yang menyebabkan Iran pada kemudian meningkatkan kegiatan nuklirnya mulai 2019.
Sementara itu negosiator mengatakan pemilihan presiden diperkirakan tidak mempengaruhi pembicaraan. Mesko demikian, pandangan Raisi secara luas dilihat sebagai pemutusan dari sikap yang lebih moderat dari mantan pemimpin Iran sebelumnya, Hassan Rouhani. (*)
Sumber: CNN Indonesia