KILASTOTABUAN.COM, JAKARTA – Gerilyawan Taliban memasuki ibu kota Afghanistan, Kabul, saat Amerika Serikat tengah mengevakuasi diplomat dari kedutaannya menggunakan helikopter, Minggu (15/8).
Salah satu pejabat kementerian dalam negeri mengatakan, Taliban muncul dari berbagai sisi, namun ia tak memberikan rincian lebih lanjut.
Istana Kepresidenan Afghanistan mengatakan tembakan terdengar di sejumlah titik di Kabul. Pasukan keamanan pemerintah pun bekerja sama dengan mitra internasional berusaha mempertahankan kota itu.
Salah satu pejabat Taliban menyatakan, pihaknya tak ingin ada korban jiwa saat mengambil alih wilayah. Namun, hingga kini belum ada pengumuman terkait gencatan senjata.
Sementara itu, pejabat AS mengatakan diplomat sedang diangkut ke bandara dari kedutaan di distrik Wazir Akbar Khan. Sekitar 5 ribu tentara dikerahkan untuk membantu evakuasi itu.
Anggota tim inti AS tengah mengarahkan dari bandara Kabul. Sedangkan pejabat Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengaku telah memindahkan staf Uni Eropa ke lokasi yang lebih aman dan rahasia.
Masuknya Taliban ke Kota Kabul jauh lebih cepat dari perkiraan intelijen AS. Sebelumnya, mereka mengira ibu kota negara itu akan dikepung dalam waktu 30 hari dan jatuh ke tangan milisi dalam waktu 90 hari.
Namun, selang beberapa hari setelah merebut Kandahar dan Herat, Taliban berhasil merangsek ke Kabul.
Taliban semakin gencar melakukan serangan usai Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menarik pasukan dari negara tersebut pada Mei lalu.
Baca Juga: Selama PPKM, Ini Syarat WNA Masuk RI
Hari-hari setelah itu, Taliban kian beringas. Penduduk banyak yang angkat kaki untuk melindungi dari dari pertempuran. Sementara pasukan pemerintah terus berusaha mempertahankan kota-kota strategis, utamanya ibu kota negara, Kabul.
Kelompok itu berambisi menguasai seluruh wilayah Afghanistan dan mendirikan negara Islam.
Dalam hitungan jam saja, Taliban telah merebut dua kota tanpa perlawanan, yakni Mazar-i-Sharif dan Jalalabad. Hal itu membuat pemerintah Afghanistan semakin terpukul.
Keberhasilan itu membuat Taliban memegang semua kartu di setiap penyerahan ibu kota yang sudah dinegosiasikan.
Namun demikian, pada Sabtu (14/8) kemarin Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani berjanji tidak akan ada pertumpahan darah ketika milisi itu mendekati Kabul. Ia berencana memobilisasi kembali militer sembari mencari solusi politik untuk krisis tersebut.
“Seorang delegasi dengan otoritas harus segera ditunjuk oleh pemerintah dan siap untuk negosiasi,” kata Ghani.
Situasi yang terus memburuk juga menjadi kekhawatiran pihak internasional. Selain AS, negara lain juga akan segera mengevakuasi para diplomatnya dari Afghanistan. Misalnya, Finlandia yang akan mengevakuasi hingga 130 pekerja lokal Afghanistan. Jerman juga akan mengurangi staf diplomatiknya di Kabul.
Kemudian Denmark dan Norwegia akan menutup sementara kantor kedutaan mereka di Kabul.
Sementara itu, bagi penduduk yang tinggal di ibu kota Afghanistan, dan puluhan ribu orang yang mencari perlindungan di wilayah itu mengalami kebingungan dan ketakutan.
Para warga tak bisa membayangkan, jika Taliban berkuasa sebagaimana pada 1996-2001 lalu. Di bawah pimpinan kelompok itu, seluruh perempuan tak boleh mendapat pendidikan dan dilarang bekerja.
Masyarakat juga terkekang dan tak boleh melakukan sejumlah aktivitas seperti main musik atau menonton televisi non-keagamaan. (*)
Sumber: CNN Indonesia