KILASTOTABUAN.COM, BOLTIM- Tuduhan Pendamping Lokal Desa (PLD) Ajriansya Djola ke Pemerintah Desa (Pemdes) Moyongkota Baru, ditepis Sekretaris Desa (Sekdes) Supardi Mamonto.
Menurut Supardi, pengelolaan anggaran desa di Moyongkota Baru transparan dan akuntabel selama 15 tahun ia menjadi Sekdes. Bahkan Moyongkota Baru beberapa tahun terakhir mendapatkan rangking ke 10 dari 81 desa se-Bolaang Mongondow Timur (Boltim) perencanaan dan penggunaan APBdes terbaik.
“Kepala Desa kamipun sudah dua periode kepemimpinanya, sehingga cukup matang dalam mengelola dana desa. Jadi kalau ada yang mengatakn tidak mampu, mungkin dia keliru,” ujar Supardi.
Dijelaskan Supardi, tuduhan adanya Silpa, karena disebabkan beberapa kegiatan tidak bisa dilaksanakan akibat masih pandemi Covid-19 yang tidak bisa di prediksi kapan akan normal kembali. Ia mencotohkan perjalanan dinas kepala desa bersama beberapa perangkat yang harus ditunda, karena mencegah adanya penularan Covid-19.
“Pilih mana, menunda perjalan dinas lalu anggaranya di masukkan ke Silpa, ataukah tetap melaksanakan perjalanan dinas kemudian membawa virus dari luar sehingga menyebabkan kematian tanpa dimakamkan keluarga?. Toh kewajiban kita memerangi virus ini, bukan malah menambah rumit. Pun kita tidak bisa memaksakan penggunaan anggaran yang tidak dalam perencanaan APBdes, yang bisa menjadi temuan lalu kita di penjara,” jelas Supardi.
Baca Juga: Pemdes Moyongkota Baru Sambut Baik Kunjungan Tim Inspektorat Kabupaten
Supardi juga mempertanyakan kapasitasnya Ajriansya sebagai PLD. Sebab tujuan PLD, yakni dapat memberdayakan masyarakat desa, memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan. Dengan prinsip mampu menumbuhkan kepercayaan dengan menggunakan komitmen moral. Sehingga masyarakat dapat merubah pola pikir dan dapat berkembang secara cepat. Bukan mengintervensi kegiatan yang sudah disusun Pemdes.
“Seperti yang dikatakan Ajriansya pada salah satu kegiatan pelatihan SDGs yang dilaksanakan Moyongkota Baru beberapa waktu lalu. Ajri meminta untuk penambahan waktu pelatihan, padahal sudah kami tentukan dalam perencanaan. Tentu harus di buat dulu APBDes perubahan, Ajri malah terkesan memaksa. Tentu kami tidak mau, karena jika ada temuan, kamilah yang bertanggungjawab,” ucap Supardi.
Selain itu, kata Supardi, Ajriansya kurang komunikatif dalam melaksanakan fungsinya sebagai PLD. Karena setiap kegiatan hanya datang duduk diam, tanpa memberikan masukan sedikitpun. “Ia lebih dominan sebagai tenaga pencari kerja atau mandor proyek pembangunan desa. Jadi perlu dipertanyakan kualitasnya sebagai PLD,” pungkas Ansu sapaan akrab Supardi.
Diketahui, dalam Peraturan Kemendesa PDTT no 3 Tahun 2015 tujuan PLD, yakni meningkatkan kapasitas, efektifitas dan akuntabilitas pemerintah dan pembangunan di desa. Meningkatkan prakarsa, kesadaran, dan peran serta masyarakat desa dalam pembangunan di desa. Meningkatkan sinergi program pembangunan desa antar sektor. Mengoptimalkan aset lokal desa secara emansipatoris. (Awi)