KILASTOTABUAN.COM, JAKARTA — Seorang demonstran penolak tambang emas di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah (Sulteng) yang tewas Erfaldi, disebut terkena tembakan peluru tajam dari bagian belakang sebelah kiri hingga tembus di bagian dada.
Kepala Kantor Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi manusia (Komnas HAM) Sulawesi Tengah, Dedi Askary mengatakan informasi tersebut didapatkan saat melakukan wawancara dengan pihak keluarga.
“Erfaldi meninggal karena terkena peluru tajam dari aparat yang mengenai bagian belakang sebelah kiri tembus di bagian dada,” kata Dedi dalam keterangan tertulisnya, Senin (14/2).
Dedi mengatakan informasi luka tembak dari keluarga didukung penjelasan visum Puskesmas Desa Katulistiwa. Sebagai informasi, Puskesmas tersebut tidak hanya melakukan visum melainkan juga mengangkat proyektil yang tersisa di tubuh Erfaldi.
Selain itu, kata Dedi, pihak keluarga juga menunjukkan proyektil yang menembus tubuh anak mereka.
“Kondisi luka sebagaimana yang dijelaskan oleh pihak Puskesmas di Desa Katulistiwa saat lakukan visum dan mengangkat proyektil yang tersisa dan hinggap di bagian tubuh korban,” jelas Dedi.
Selain menemui keluarga, Dedi juga meminta klarifikasi dari Kabag Ops Polres Parigi Moutong, AKP Junus Achpa. Menurut Dedi, Junus mengatakan bahwa saat kejadian korban tidak berada di pihak kepolisian. Sebab, polisi membentuk barisan berlapis.
Dedi juga mendapatkan informasi bahwa Kapolres Parigi Moutong mengklaim mengedepankan sikap humanis, persuasif, dan tidak menggunakan peluru tajam atau senjata.
“Kapolres (mengklaim) mengedepankan sikap humanis dan langkah persuasif, tidak melibatkan penggunaan peluru tajam atau senjata,” ujarnya.
Diketahui, pendemo itu tewas saat aksi unjuk rasa menolak aktivitas tambang yang ada dari PT Trio Kencana yang berlokasi di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. (*)
Sumber: CNN Indonesia