KILAS TOTABUAN, KOTAMOBAGU – Gelar adat ‘Tongganut In Ta Motompira’ yang diberikan Aliansi Masyarakat Adat Bolaang Mongondow Raya (Amabom) kepada Hadi Pandunata, dianggap kurang relevan oleh Laskar Bogani Indonesia (LBI).
Bahkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) LBI, Toan Tongkasi menilai, pemberian adat oleh Amabom kepada Hadi Pandunata yang berlangsung di Hotel Sutan Raja, pada 26 Juli lalu, keliru.
“Siapa dia? Dan apa yang sudah dia berikan untuk daerah kita ini. Sehingga dia diberikan gelar adat tersebut,” kata Toan Tongkasi pada Selasa, 31 Agustus 2022.
Kata Sekjen DPP LBI ini, apa yang diberikan Amabom kepada Hadi Pandunata sah-sah saja. Yang penting tidak mengklaim atas nama seluruh masyarakat Bolaang Mongondow Raya (BMR).
“Karena setahu kami, lima daerah di BMR, baru Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan yang sudah ada kelembagaan adatnya. Dan gelar adat tersebut sifatnya hanya pemberian dari sekelompok komunitas saja dan bukan atas nama masyarakat BMR keseluruhan,” ujarnya.
Sementara itu, Tokoh Pemerhati Budaya dan adat Bolaang Mongondow yakni Sumitro Tegela mengatakan, menyandang gelar adat itu sesuatu yang amat berat dan sakral bagi yang menerima gelar adat tersebut.
“Siapa yang memberi dan siapa yang menerima harus jelas. Karena ini klaim adat dan budaya daerah setempat,” kata Sumitro.
Menurutnya, pemberian gelar adat kepada seseorang ini harus selektif mungkin. Sebab, aturan mainnya sudah diatur dengan aturan pemerintah, yaitu pemberi gelar tersebut harus dari lembaga maupun organisasi yang resmi.
“Jangan sampai pemberian gelar adat ini justru akan mencederai adat dan budaya kita sendiri,” jelasnya.
Arti dari gelar adat ‘Tongganut In Ta Motompira’ sendiri, yakni seorang yang menjadi inspirasi dalam mengajak dan melakukan kebaikan. (red***).