KILASTOTABUAN.COM, JAKARTA — Inggris mulai mengerahkan senjata anti-tank ke Ukraina untuk membantu negara itu mempertahankan diri dari ancaman invasi Rusia, Senin (17/1).
Pengiriman senjata ini berlangsung ketika ketegangan antara Barat dan Rusia terus memanas. Amerika Serikat dan NATO menuding Rusia tengah bersiap menginvasi Ukraina dalam waktu dekat, sebuah klaim yang dibantah Kremlin.
“Kami telah mengambil keputusan untuk mendukung Ukraina dengan sistem senjata pertahanan anti-armour ringan,” kata Menteri Pertahanan Inggris, Ben Wallace, saat rapat dengan parlemen seperti dikutip dari Reuters.
Wallace menuturkan sistem senjata anti-tank gelombang pertama telah dikirim pada Senin (17/1). Selain senjata, ia memaparka sekelompok kecil personel Inggris juga akan dikirim ke Kiev untuk melatih tentara Ukraina dalam waktu singkat.
Wallace tidak menyebutkan jumlah atau jenis senjata yang diberikan, tetapi mengatakan, “mereka bukan senjata strategis dan tidak menimbulkan ancaman pada Rusia. Mereka digunakan untuk pertahanan diri.”
“Ini adalah (senjata) jarak jauh, tetapi bagaimanapun ini akan membuat orang berhenti dan berpikir apa yang mereka lakukan, dan jika tank meluncur ke Ukraina, menyerangnya, maka mereka akan menjadi bagian dari mekanisme pertahanan,” lanjutnya.
Pemberian senjata ini direspons positif oleh Menteri Pertahanan Ukraina, Oleksii Reznikov.
“Ukraina benar-benar memuji keputusan Inggris untuk memberikan paket keamanan baru dengan sistem senjata pertahanan ringan dan anti-tank!” katanya dalam kicauan di Twitter.
Sementara itu, Rusia membantah pihaknya akan menyerang Ukraina.
Meski demikian, Moskow menyebut akan melangsungkan aksi militer jika negara Barat tak menyetujui daftar tuntutan yang mereka minta. Salah satu tuntutan tersebut adalah melarang Ukraina bergabung dengan NATO.
Rusia sempat mengadakan pembicaraan dengan Amerika Serikat dan negara Barat lain. Namun pembicaraan ini tak menimbulkan penyelesaian, membuat Kiev meminta bantuan senjata kepada Barat.
Selain itu, Rusia juga disebut terus memulangkan staf diplomatik di kedutaannya di Ukraina. Hal itu dianggap sejumlah pihak sebagai pertanda terkait kemungkinan eskalasi militer di negara itu. (*)
Sumber: CNN Indonesia