KILASTOTABUAN.COM, JAKARTA — Iran menggelar latihan militer di barat daya negara itu dekat Selat Hormuz yang merupakan jalur strategis pengiriman minyak pada Minggu (7/11).
Latihan militer itu dilakukan Iran di tengah perselisihan yang muncul dengan Amerika Serikat baru-baru ini.
“Latihan militer pasukan Republik Islam Iran di wilayah seluas lebih dari satu juta kilometer persegi, di sebelah timur Selat Hormuz dan Laut Oman, dan utara Samudra Hindia telah dimulai,” bunyi laporan stasiun televisi pemerintah seperti dikutip AFP.
Laporan media itu menggambarkan latihan militer melibatkan sejumlah helikopter, tank, pesawat tak berawak atau drone, kapal dan perahu.
“Latihan militer ini merupakan peringatan serius untuk musuh-musuh kami dan siapapun yang memiliki niat buruk terhadap Iran,” ujar Juru Bicara pelatihan militer itu, Laksamana Mahmoud Moussavi, seperti dikutip Irib News.
Latihan ini berlangsung setelah pada pekan lalu pasukan elit Garda Revolusi Iran (IRGC) mengumumkan telah menggagalkan upaya Angkatan Laut AS merebut kapal tankernya yang membawa minyak di Laut Oman beberapa waktu lalu.
Menurut IRGC, pasukan AS menyerbu dek kapal tanker yang sempat mengangkut minyak Iran dan mengembalikannya ke perairan.
Pasukan AS, katanya, memaksa tanker Iran memindahkan minyak mentah ke tanker lain, Sothys, yang disebutnya kapal berbendera Vietnam.
Namun, pejabat pertahanan AS mengatakan hal yang berbeda. AS menyebut Iran telah menangkap kapal tanker itu, sementara pasukan AS terus “memantau” insiden tersebut tanpa melibatkan diri.
Selat Hormuz adalah jalur strategis untuk pengiriman minyak global. Kapal angkatan laut AS dan Iran kerap bersitegang di perairan itu.
Pada 2019, serangkaian serangan terhadap kapal tanker di Selat Hormuz juga terjadi hingga memperkeruh ketegangan AS-Iran.
Insiden kapal tanker baru-baru ini juga terjadi di tengah upaya berlarut-larut Barat untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 dengan Iran.
Kesepakatan tersebut akan menawarkan bantuan vital bagi Iran dan pencabutan sanksi, dengan catatan Tehran membatasi pengayaan uranium dan pengembangan senjata nuklir.
Namun, Tehran bersikeras mengembangkan program pengayaan uraniumnya setelah AS di bawah pemerintahan mantan Presiden Donald Trump menarik diri dari perjanjian nuklir 2015.
Baru-baru ini, Iran juga mengaku terus mengembangkan pengayaan uraniumnya yang menjadi bahan utama senjata nuklir.
Mengutip dari Associated Press, Iran mengklaim kini sudah mencapai lebih dari 210 kilogram pengayaan dari 20 persen uranium. Langkah itu pun disebut sebagai tantangan sebelum menggelar pembicaraan dengan negara-negara Barat terkait proliferasi nuklir. (*)
Sumber: CNN Indonesia