KILASTOTABUAN.COM, JAKARTA– Junta Myanmar dilaporkan enggan mengizinkan utusan khusus Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN), Erywan Yusof, buat bertemu dengan Penasihat Negara yang dikudeta, Aung San Suu Kyi, sebagai bagian dari proses dialog.
Erywan yang juga Menteri Luar Negeri Brunei Darussalam meminta junta Myanmar memberikan akses penuh supaya dia bisa bertemu seluruh pihak yang bertikai, termasuk Suu Kyi, buat mencari jalan keluar konflik antara kelompok militer dan sipil.
Akan tetapi, junta Myanmar menolak permintaan Erywan.
“Sangat sulit memberi izin bertemu dengan orang-orang yang sedang diadili. Kami akan mengizinkan pertemuan dengan pejabat resmi,” kata Juru Bicara Junta Myanmar, Zaw Min Tun, seperti dilansir AFP, Minggu (3/10).
Menurut analis politik, Mg Mg Soe, jika Erywan tidak bisa bertemu dengan Suu Kyi maka upaya dialog yang akan dilakukan tidak akan berdampak apapun.
“Tanpa pertemuan (dengan Suu Kyi) tidak ada hasilnya. Mereka baru bisa melangkah ke tahap perundingan setelah mendengarkan pendapat dari kedua belah pihak,” kata Soe.
Suu Kyi yang saat ini berusia 76 tahun tengah diadili atas sejumlah delik. Yakni mulai dari kepemilikan perangkat radio komunikasi secara ilegal hingga makar.
Jika terbukti bersalah, maka Suu Kyi terancam dipenjara selama sekitar sepuluh tahun. Suu Kyi ditahan setelah militer Myanmar melakukan kudeta dan menolak kemenangan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pada pemilu 2020.
Kuasa hukum Suu Kyi menyatakan kliennya sampai saat ini belum menerima permohonan bertemu dari pemerintah setempat atau organisasi asing.
Nasib Myanmar semakin tidak menentu setelah pemimpin Junta, Jenderal Min Aung Hlaing, memundurkan batas waktu pencabutan status darurat nasional dan menggelar pemilihan umum hingga Agustus 2023.
Di sisi lain, peran ASEAN buat mencari jalan keluar konflik Myanmar terus disorot oleh dunia. Sampai saat ini dilaporkan jumlah korban meninggal akibat aksi kekerasan selepas kudeta di Myanmar mencapai lebih dari 1.100 orang. (*)
Sumber: CNN Indonesia