KILASTOTABUAN.COM, JAKARTA — Jintana Jamjumrus salah satu peternak babi di Thailand bangkrut gara-gara wabah flu babi Afrika (ASF). Jintana kemudian menyalahkan pemerintah karena dianggap menutupi kemungkinan penyebaran ASF di negara itu.
Dua tahun lalu, penyebaran wabah misterius menyebabkan ternak Jintana sakit dan mati. Ia mencurigai ternaknya mengidap ASF. Kematian sejumlah ternak babi ini membuat bisnis Jintana anjlok.
Namun, pemerintah Thailand tidak mengakui ada wabah ASF yang menyebar di wilayah mereka.
“Tidak mungkin mereka (pemerintah) tidak tahu. Babi mati di seluruh negara. Kenapa menutupinya?” ujar Jintana, merujuk pada kematian ternak yang ia rasakan beberapa tahun lalu, dikutip dari Reuters.
“Apa yang bisa mereka lakukan sekarang? Tidak ada yang tersisa,” lanjutnya.
Akibat kerugian yang dialami karena wabah tersebut, sebanyak 54 persen peternak harus gulung tikar dalam beberapa tahun terakhir. Wabah ASF telah membunuh ratusan juta babi di Eropa dan Asia sejak 2018.
“Saya harus membiarkan yang sakit mati dan menjual yang sehat. Bisnis saya telah hilang seluruhnya,” ujar Jintana.
Menurut beberapa peternak kecil, peringatan dari pemerintah mungkin dapat menyelamatkan bisnis mereka.
Bulan ini, beberapa pejabat mengidentifikasi kasus pertama ASF di provinsi Nakhon Pathom, setelah bertahun-tahun mengelak penyakit tersebut tak ada di Thailand.
Pengakuan ini terjadi bersamaan dengan harga babi di Thailand yang melonjak.
Pada 11 Januari lalu, harga daging babi di negara itu naik hingga 215 baht (Rp92 ribu) per kilogram. Angka ini merupakan rata-rata harian tertinggi sejak 2001.
Kenaikan harga ini membuat pemerintah melarang ekspor hewan hidup sampai April. Harga daging babi bagi konsumen juga diprediksi akan tetap tinggi mengingat pulihnya produksi membutuhkan waktu berbulan-bulan.
Di parlemen, anggota oposisi menyalahkan pemerintah karena menutupi masalah ini, meski dibantah oleh wakil menteri pertanian negara itu. Wakil menteri tersebut mengklaim pemerintah telah berhasil mencegah penyebaran wabah beberapa tahun lalu.
Direktur Biro Pengendalian Penyakit dan Layanan Hewan Thailand, Bunyagith Pinprasong, mengatakan sejak kasus ASF dikonfirmasi, negara itu mendeteksi wabah flu babi di 13 provinsi dan memusnahkan lebih dari 400 babi, semuanya di peternakan kecil.
Pada 2019 sampai 2021, otoritas memusnahkan hampir 300 ribu babi yang berisiko terkena ASF, meski tak pernah terdeteksi di sampel babi yang mati, ujar Bunyagith.
Bunyagith menilai sebagian besar kematian babi sebelumnya terjadi karena sindrom reproduksi dan pernapasan babi (PRRS).
“Kami menerapkan langkah ketat dan efektif untuk mencegah ASF, makanya itu tak terdeteksi sebelumnya,” katanya.
“Kami akan mengontrol dan mengekang penyebarannya sampai vaksin dikembangkan.” (*)
Sumber: CNN Indonesia