KILASTOTABUAN.COM, JAKARTA – Amnesty International Indonesia meminta Presiden Joko Widodo membuktikan pernyataannya beberapa waktu lalu yang ingin mendorong kebebasan berpendapat dan kritik dari masyarakat.
Khususnya setelah ada warga Slawi, AM, ditangkap Tim Virtual Police Polresta Surakarta karena komentarnya di media sosial dinilai menghina Wali Kota Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putra pertama Jokowi.
“Pemerintah Presiden Jokowi harus membuktikan pernyataannya baru-baru ini bahwa akan memberi rasa keadilan kepada masyarakat terutama dalam menyampaikan pendapat, kritik atau ekspresi lainnya yang sah,” tulis Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid melalui keterangan tertulis, dikutip Rabu (17/3).
Diketahui, pada Februari lalu, Jokowi meminta masyarakat lebih aktif menyampaikan kritik dan masukan. Jokowi menyampaikan itu dalam agenda laporan tahunan Ombudsman.
Usman menilai langkah yang dilakukan aparat dengan menangkap AM menunjukkan penyempitan terhadap ruang kebebasan dan berekspresi. Berkaca pada kasus itu, Amnesty menyebut belum ada langkah nyata dari pemerintah untuk membuktikan komitmen dalam melindungi kebebasan berpendapat.
Baca Juga: Kepala BPBD Minsel Ditemukan Tak Bernyawa Diduga Bunuh Diri
Pemberian penghargaan berupa Badge Awards yang rencananya bakal diberikan pada masyarakat yang aktif melaporkan dugaan tindak pidana di media sosial juga dinilai kian menambah masalah.
Menurut Usman, penghargaan itu justru berpotensi membuat masyarakat semakin takut mengungkapkan pendapat yang kritis, utamanya terhadap pejabat negara.
Terlebih, lanjut dia, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang kerap digunakan untuk membungkam kritik belum masuk prioritas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera direvisi.
Dengan masih berlakunya pasal-pasal karet dalam UU ITE, Usman menduga masyarakat yang mengutarakan pendapatnya di media sosial terus berada di bawah ancaman pidana.
“Kejadian penangkapan seperti yang menimpa warga Slawi dapat terulang lagi. Warga seharusnya tidak perlu takut pada ancaman hukuman pidana atau dipaksa untuk minta maaf hanya karena mengungkapkan pendapatnya secara damai,” lanjut Usman.
Baca Juga: Nyanyian Gatot Sentil Manuver Moeldoko di Kisruh Demokrat
Sebelumnya, AM sempat ditangkap aparat kepolisian karena komentarnya di media sosial dianggap menghina Gibran. Dalam tulisannya, ia menyatakan pendapat terkait keinginan Gibran agar semifinal dan final Piala Menpora digelar di Solo.
“Tahu apa dia tentang sepak bola, tahunya dikasih jabatan saja,” tulis AM menggunakan akun Instagram pribadinya pada Sabtu (13/3) pukul 18.00 WIB.
AM baru dilepas setelah mengakui komentarnya ditujukan kepada Gibran, meminta maaf dan menghapus komentarnya dari jejaring maya. Polisi menegaskan upaya penangkapan dilakukan hanya untuk meminta klarifikasi. (*)
Sumber: CNN Indonesia