Belakangan ini, media di Boltim ramai dengan pemberitaan Tenaga Harian Lepas (THL) yang telah dirumahkan Pemkab Boltim sejak 1 April 2021, akibat dampak refocusing anggaran penanganan dan penanggulangan pandemi Covid-19. Seperti dilansir; https://www.suaradewan.com/ratusan-thl-pemkab-boltim-dirumahkan-sementara/.
Berbagai anggapan pun menyikapi kebijakan itu. Ada yang pro, juga kontra. Bahkan ada yang maujud menulis judul dengan kata horor: keputusan bupati serupa perumahan elite yang dikelilingi kuburan.
Rupanya kebijakan yang bersumber dari Bupati Sam Sachrul Mamonto, menjadi bahan olahan entah sinis ataupun kritikan. Kemudian dipentaskan dalam karya tulis yang menurut amal dan dosa selama saya menjadi beritawan, masih di kelas sepeda motor bebek empat tak standar.
Apalagi karya tulis yang di-publish di dua media siber dengan judul berbeda, teramat maha adil. Sebab, sudah memvonis Bupati Sachrul telah mencetak pengangguran pendidikan di daerahnya, tanpa melalui jalur dan prosedur hukum di Indonesia.
Padahal keputusan diambil Bupati Sachrul, menurut saya, sudah prosedural dan profesional. Karena telah menganggarkan sesuai PMK (Peraturan Menteri Keuangan), yakni delapan persen dihitung dari total DAU tahun ini sekira Rp 324 miliar.
Jadi total untuk penanganan Covid-19 kurang lebih Rp 27 miliar. Kemudian sisa dari 769 THL yang dirumahkan, mulai dari operator simda, sopir, waker dan office boy, tidak semua memilih Sachrul-Oskar pada Pilkada 2020 kemarin. Tetapi dipertahankan karena mampu bekerja dengan baik. Cek saja di SKPD.
Di sisi lain, pemerintah Sachrul-Oskar adalah pemerintah baru. Yang harus mampu merealisasikan visi dan misi telah dijanjikan pada pilkada kemarin. Dan semua butuh dana untuk melaksanakan itu. Tidak mungkin sebuah pemerintahan, tidak ada pembangunan selama setahun. Sementara, alokasi APBD tahun ini sangat minim. Jadi menurut saya, kebijakan merumahkan sementara bukanlah kebijakan yang tidak populis, namun solusi demi menjaga stabilitas keuangan daerah di tengah pandemi.
Saya yakin, jika tidak ada Covid-19 kebijakan merumahkan THL tidak bakalan terjadi. Contoh kecil, anggapan Sachrul-Oskar akan membabi-buta melakukan reposisi jabatan pasca-Pilkada sebagaimana yang dipertontonkan pemerintah sebelumnya, tidak terjadi sampai detik ini. Kalaupun ada, karena PNS tersebut tidak bisa lagi tolerir.
Selain tidak mendukung, juga mengeluarkan kalimat yang tak pantas kepada Sachrul-Oskar. Jika itu terjadi kepada Senior (Chendry Mokoginta), saya yakin dan percaya pasti akan memberikan punishment yang sama.
Tetapi coba bayangkan jika tidak ada anggaran untuk penanganan dan penanggulangan Covid-19 di Boltim tahun ini, pasti ada puluhan yang terinfeksi virus tiap harinya. Dan bukan tidak mungkin akan berlipat ganda.