KILASTOTABUAN.COM, JAKARTA — Sebanyak 70 akademisi dari 31 kampus dan institusi riset, Akademisi Peduli Wadas, mendesak pemerintah membatalkan penambangan batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener yang ditolak oleh warga Desa Wadas, Purworejo Jawa Tengah.
“Harus ditinjau kembali urgensinya, terlebih dengan cara-cara kekerasan yang menyertai proses pembangunannya,” demikian pernyataan puluhan akademisi yang telah dikonfirmasi oleh Dosen FH UGM Herlambang P. Wirataman Kamis (10/2).
Akademisi yang tergabung dalam Akademisi Peduli Wadas antara lain Dosen FH UGM Herlambang P. Wiratraman, Dosen Fisipol UGM Amalinda Savirani, Dosen STHI Jentera Bivitri Susanti, Dosen FH Unand Feri Amsari, Dosen Sosiologi UNJ Robertus Robet dan Rakhmat Hidayat serta Dosen Universitas Trisakti Haris Azhar.
Mereka turut mengecam dan mendorong pertanggungjawaban hukum usai aparat dikerahkan secara besar-besaran ke Desa Wadas. Aparat yang diterjunkan turut melakukan serangkaian kekerasan terhadap warga Desa Wadas.
Para akademisi itu menilai tidak boleh ada tindakan hukum negara, termasuk aparat kepolisian, yang tak bisa tidak dipertanggungjawabkan.
“Tiadanya pertanggungjawaban atas peristiwa tersebut melahirkan ketidakpercayaan publik terhadap Pemerintah dan aparat penegak hukum,” ujar mereka.
Mereka berpendapat protes yang dilakukan warga Desa Wadas terhadap penambangan batuan andesit merupakan hak konstitusional dan dijamin oleh UUD Tahun 1945. Bagi mereka, penolakan warga itu bukan merupakan pelanggaran hukum.
Berbeda halnya dengan pengerahan pasukan besar-besaran tanpa alasan yang jelas, tindakan intimidasi, serangkaian tindak pemukulan, perampasan, perusakan yang dilakukan aparat justru bentuk represif.
“Ini tidak hanya melanggar hukum, melainkan pula melanggar hak-hak asasi manusia yang dijamin dalam konstitusi dan perundang-undangan,” katanya.
Lebih lanjut, para akademisi itu meminta Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Kapolda Jawa Tengah Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi harus bertanggung jawab atas semua tindakan melanggar hukum yang telah dilakukannya.
“Tak terkecuali, mendesak Kapolda Jateng segera menarik seluruh pasukan dari Desa Wadas dan bekerja secara profesional, berintegritas, patuh pada prinsip-prinsip Negara Hukum demokratis,” ujarnya.
Kapolri Diminta Ingatkan Polda
Terpisah, International NGO Forum on Indonesian Development (Infid) mengecam keras pendekatan kekerasan aparat keamanan seperti yang terjadi pada masyarakat Desa Wadas.
Infid berharap Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan kepada Polda untuk mengendalikan diri dan menarik pasukan dari Desa Wadas.
“Minta juga agar menginstruksikan Polda menggunakan pendekatan dialogik, memandang warga Desa Wadas sebagai warga negara yang harus dilayani bukan sebaliknya,” bunyi keterangan resmi Infid tersebut.
Infid juga meminta Komnas HAM dan Organisasi Keagamaan dan tokoh masyarakat, menjadi pihak yang memediasi agar kepentingan warga dan kepentingan pembangunan dapat ditemukan titik temu.
“Komnas Ham juga perlu memastikan mereka mendapat bantuan hukum dan ruang dialog yang aman dan perlakuan yang baik dari pemerintah serta aparat keamanan,” kata Infid.
Polri Klaim Sedang Hilangkan Budaya Kekerasan dan Arogansi
Desa Wadas menjadi sorotan nasional usai aparat kepolisian diterjunkan ke desa itu pada Selasa (8/2). Pasukan polisi bersenjata lengkap dikerahkan untuk mengawal pengukuran lahan tambang batu andesit proyek Bendungan Bener.
Namun, anggota kepolisian tak hanya mengawal tim BPN. Mereka juga menangkap warga Desa Wadas yang dianggap memprovokasi penolakan rencana penambangan tersebut. Total 67 warga ditangkap. Kemarin puluhan warga itu sudah dilepaskan. (*)
Sumber: CNN Indonesia