KILASTOTABUAN.COM, JAKARTA — Terdakwa kasus dugaan suap terkait penanganan perkara, AKP Stepanus Robin Pattuju, keberatan dengan tuntutan tim jaksa KPK yang mau dirinya dihukum 12 tahun penjara.
Mantan penyidik KPK itu merasa tuntutan jaksa tidak adil karena serupa dengan yang dijatuhkan terhadap mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dalam kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19. Sementara, kata Robin, uang suap jauh lebih besar diterima oleh Juliari dibanding dirinya.
“Saya merasakan ketidakadilan atas tuntutan 12 tahun yang diajukan oleh jaksa penuntut umum dikarenakan saya menerima uang sebesar Rp1,8 miliar. Saya merasakan ketidakadilan jika dibandingkan dengan mantan Menteri Sosial yang menerima suap sebesar Rp32 miliar yang juga dituntut 12 tahun penjara,” ujar Robin saat membacakan pleidoinya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (20/12).
Robin mengklaim hanya melakukan penipuan terhadap sejumlah pihak yang berperkara di KPK. Namun, ia tidak mempunyai kewenangan untuk mengurus perkara tersebut.
Menurut dia, hal itu berbeda dengan Juliari yang terbukti menerima suap puluhan miliar karena mempunyai kewenangan terhadap perkara yang ditangani yakni bansos Covid-19.
“Saya semata-mata hanya memanfaatkan jabatan saya sebagai penyidik KPK, namun saya menerima tuntutan yang sama dengan mantan Menteri Sosial tersebut. Sebagai warga negara dan masyarakat, saya merasakan ketidakadilan,” ungkap dia.
Dalam pleidoinya pula, Robin meminta agar dugaan keterlibatan Komisioner KPK, Lili Pintauli Siregar, dan pengacara Arief Aceh dalam perkara suap jual beli jabatan di Tanjungbalai diproses hukum.
“Saya juga berharap dan meminta keadilan agar Ibu Lili Pintauli Siregar diproses sesuai dengan isi surat Justice Collaborator saya,” ucap Robin.
Robin, bersama dengan terdakwa Maskur Husain, diadili karena didakwa menerima hadiah atau janji berupa uang dengan jumlah keseluruhan Rp11.025.077.000 dan US$36 ribu.
Total uang itu diterima Robin dan Maskur dari sejumlah pihak terkait dengan lima perkara korupsi yang ditangani KPK. Satu di antaranya dari mantan Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin. (*)
Sumber: CNN Indonesia