KILASTOTABUAN.COM, JAKARTA — Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menghitung dunia butuh investasi sekitar US$6,3 triliun per tahun atau setara Rp88 ribu triliun (asumsi Rp14 ribu per dolar AS) di sektor infrastruktur untuk mengurangi emisi karbon hingga 2030 mendatang.
“Diperkirakan sekitar US$6,3 triliun investasi infrastruktur setiap tahun dibutuhkan untuk memenuhi tujuan pembangunan 2030 dan bahkan meningkat menjadi US$6,9 triliun untuk mencapai target Paris Agreement,” ungkap Febrio dalam Webinar G20, Jumat (18/2).
Indonesia sendiri menjadi salah satu negara yang ikut menandatangani Perjanjian Paris. Dalam perjanjian itu, 195 negara sepakat untuk menurunkan emisi karbon untuk mencegah perubahan iklim.
Kemudian, pemerintah menargetkan mengurangi emisi karbon sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030 mendatang.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan RI butuh dana US$266 miliar sampai 2030 untuk mengurangi emisi karbon. Pengurangan emisi karbon itu sejalan dengan target nol emisi pada 2060.
Jumlah tersebut meningkat dari kajian sebelumnya sekitar US$247,3 miliar untuk mengurangi 1,08 miliar ton karbon.
Kebutuhan dana ini, tentu tidak bisa ditutup oleh pemerintah saja melalui alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebab, pemerintah hanya bisa memberikan alokasi dana sekitar 4,1 persen dari total APBN untuk penanganan perubahan iklim sepanjang 2016-2020.
Bila dipukul rata, maka alokasi APBN untuk perubahan iklim hanya sekitar 0,82 persen dari total. Asumsinya, misal belanja APBN mencapai Rp2.000 triliun, maka alokasi dana untuk perubahan iklim hanya Rp16,4 triliun, sehingga masih jauh dari kebutuhan.
“Artinya, kita perlu memobilisasi dana yang berasal dari swasta domestik dan global. Kita perlu memformulasikan kebijakan di bidang iklim investasi yang mampu menarik lebih banyak investasi untuk sektor energi, transportasi, limbah, dan kehutanan, sehingga bisa memenuhi target penurunan CO2,” kata Sri Mulyani. (*)
Sumber: CNN Indonesia